Cari Blog Ini

Senin, 06 Juni 2011

Asuhan Keperawatan (Askep) aLdO Tau Gello'e


I. KONSEP DASAR MEDIS
A.   Definisi
Sindrom distress pernapasan dewasa (adult respiratory distress syndrome, ARDS) adalah suatu penyakit yang ditandai oleh kerusakan luas alveolus dan atau membran kapiler paru. ARDS selalu terjadi setelah suatu gangguan besar pada sistem paru, kardiovaskuler, atau tubuh secara luas. (Elizabeth J. Corwin, 2009, hal. 552)
ARDS adalah sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius. (Brunner & Suddarth, 2001, hal : 615)
ARDS adalah bentuk khusus gagal napas yang ditandai dengan hipoksemia yang jelas dan tidak dapat diatasi dengan penanganan konvensional. (Sylvia A. price. 2005. Hal: 835)

B.   Anatomi Fisiologi


1.     Saluran Pernapasan Atas
a)                          Rongga Hidung
Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskuler yang disebut mukosa hidung.
Lendir disekri secara terus menerus oleh sel – sel goblet yang melapisi permukaan mukosa                  hidung dan bergerak ke nasofaringoleh gerakan slilia.
Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran, melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru – paru.          

b)    Faring
Adalah struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke jaring. Faring  dibagi menjadi 3 bagian yaitu : nasofaring, orofaring, laringofaring.
          Fungsi furing adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan digestif.
Nasofaring terletak disebelah posterior hidung dan diatas palatum molle. Orofaring memuat  fausial atau palatin, tonsil.
Laring orofaring memanjang dari tulang hiodid ke kartilago krikoid.
c)     Laring atau Organ suara
Laring adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea. Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan napas dari obstruksi benda  asing dan meudahkan batuk.

2.        Saluran Pernapasan Bawah
a.Trakea
Merupakan lanjutan ke arah caudal dari laring. Panjang kira –kira 10 cm, di bentuk oleh cincin tulang rawan (kartilago trakteans) sebanyak kurang lebih 20 buah. Bentuk cincin ini tidak menutup sama sekali, tetapi terbuka di bagian belakang, dimana bagian ini berbatasan dengan esofagus. Trakea bersifat elastis dan bagian ini berbatasan dengan esofagus dan bagian dorsalnya terdiri atas jaringan otot polos.
Seperdua dari trakhea berada di leher dan seperduanya lagi berada di dalam cavum thorocis, setinggi angulus strenalis dan bronchus dekstra. Pada bagian ventral trachea melekat glandula tyroidea.
Pada sisi lateral dan esofagus terdapat pembuluh –pembuluh darah besar yang menuju dan berasal dari daerah kepala. Di bagian ventral trachea pars servikalis terdapat otot – otot infra hyodeus ( melindungi trachea
     b.Bronchus
Kedua bronchus tidak simetris, baik dalam bentuk manapun ukuran bronchus dekstra mempunyai diameter yang lebih besar, bentuk yang lebih pendek dan arahnya lebih vertikal, bentuk bronchus yang lebih besar ini disebabkan karena pulmo destra bentuknya lebih besar daripada pulmo sinistra, dan yang lebih pendek serta letaknya yang lebih vertikal disebabkan oleh karena desakan oleh orcus terhadap trakea. Keadaan ini menyebabkan benda – benda asing yang masuk ( tertelan ) ke dalam trachea (broncus) lebih mudah masuk ke bagian kanan.


   c.Bronchiolus
Bronchiolus kemudian membentuk percababngan menjadi bronchiolus terminalis, yang tidak empunyai kelenjar lendir dan silia. Bronchiolus terminalis, yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronchiolus terminalis kemudian menjadi bronchiolus respiratori, yang dianggap menjadi saluran saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Sampai pada titik ini jalan udara konduksi mengandung sekitar 150 ml udara dalam percabangan trakeobronkial yang tidak ikut serta dalam pertukarangas. Ini dikenal sebagai ruang rugi fisiologik. Bronchiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli, pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi dalam alveoli.
d.Alveoli
Paru terbentuk sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam kluster antara 15 sampai 20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli sehingga jika mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan mentutup area 70 meter persegi (seukuran lapangan tenis).

Fisiologi Saluran Pernapasan
Pernapasan mencakup 2 proses yaitu :
1.     Pernapasan luar, yaitu proses penyerapan dan pengeluaran karbondioksida secara keseluruhan.
2.     Pernapasan dalam, yaitu proses pertukaran gas diantara sel jaringan dengan cairan sekitarnya (penggunaan oksigen dalam sel).
Menurut Sylvia A. Price (2005) bahwa ada 3 proses, macam terjadi selama respirasi, yaitu :
1.     Ventilasi : udara bergerak masuk dan keluar paru karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik otot – otot.
2.     Disfusi : gas – gas melintasi membran alveolus kafiler yang tipis (tebalnya kuran dari 0,5 ym)
Perfusi : peredaran darah yang telah teroksiganasi di paru-paru ke seluruh tubuh.
(Wong.O.L, 2004 hal 245).

C.   Insiden
Diperkirakan ada 150.000 orangb yang menderita ARDS tiap tahunnya dan tingkat mortilitasnya 50%. Sepsis sistemik merupakan penyebab ARDS terbesar sekitar 50%, trauma 15%, cardiopulmonary baypass 15%, viral pneumoni 10% dan injeksi  obat 5%.
(http :// ppnikarangasem. Blogspot. Com/2010/04/ Asuhan Keperawatan Pasien    Dengan Akut. Html).                                                                                                                                                                                                                                                                                       

D.   Etiologi
ARDS dapat terjadi akibat cedera langsung kapiler paru atau alveolus. Namun, karena kapiler dan alveolus berhubungan sangat erat, maka destruksi yang luas pada salah satunya biasanya menyebabkan estraksi yang lain. Hal ini terjadi akibat pengeluaran enzim-enzim litik oleh sel-sel yang mati, serta reaksi peradangan yang terjadi setelah cedera dan kematian sel. Contoh-contoh kondisi yang mempengaruhi kapiler dan alveolus disajikan di bawah ini.
  Destruksi kapiler, apabila kerusakan berawal di membran kapiler, maka akan terjadi pergerakan plasma dan sel darah merah ke ruang interstisium. Hal ini meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbon dioksida untuk berdifusi, sehingga kecepatan pertukaran gas menurun. Cairan yang menumpuk di ruang interstisium bergerak ke dalam alveolus, mengencerkan surfaktan dan meningkatkan tegangan permukaan. Gaya yang diperlukan untuk mengembangkan alveolus menjadi sangat meningkat. Peningkatan tegangan permukaan ditambah oleh edema dan pembengkakan ruang interstisium dapat menyebabkan atelektasis kompresi yang luas.
Destruksi Alveolus apabila alveolus adalah tempat awal                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                   terjadinya kerusakan, maka luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas berkurang sehingga kecepatan pertukaran gas juga menurun. Penyebab kerusakan alveolus antara lain adalah pneumonia, aspirasi, dan inhalasi asap. Toksisitas oksigen, yang timbul setelah 24-36 jam terapi oksigen tinggi, juga dapat menjadi penyebab kerusakan membran alveolus melalui pembentukan radikal-radikal bebas oksigen.
Tanpa oksigen, jaringan vaskular dan paru mengalami hipoksia sehingga semakin menyebabkan cedera dan kematian sel. Apabila alveolus dan kapiler telah rusak, maka reaksi peradangan akan terpacu yang menyebabkan terjadinya edema dan pembengkakan ruang interstitium serta kerusakan kapiler dan alveolus di sekitarnya. Dalam 24 jam setelah awitan ARDS, terbentuk membran hialin di dalam alveolus. Membran ini adalah pengendapan fibrin putih yang bertambah secara progesif dan semakin mengurangi pertukaran gas. Akhirnya terjadi fibrosis menyebabkan alveolus lenyap. Ventilasi, respirasi dan perfusi semuanya terganggu. Angka kematian akibat ARDS adalah sekitar 50%.
(Elisabeth J. Cowin, 2001, hal. 420-421)
E.   Manifestasi Klinik
·        Dispnea yang bermakna
·        Penurunan daya regang paru
·        Pernapasan yabg dangkal dan cepat pada awal proses penyakit, yang menyebabkan alkalosis respiratorik karena karbondioksida banyak terbuang. Selanjutnya, karena individu mengalami kelelahan, upaya pernapasan menjadi lambat dan jarang.
(Elizabeth J. Cowin, 2009, hal. 553-554)
F.    PATOFISIOLOGI
ARDS terjadi sebagai akibat cedera pada membran kapiler alveolar yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisial alveolar dan perubahan dalam jaring-jaring kapiler. Terdapat ketidakseimbangan ventilasi paru yang jelas akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstensif darah dalan paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan, yang mengarah pada kolaps alveolar, komplians paru menjadi sangat menurun akibatnya  adalah penurunan karakteristik dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia.
ARDS telah menunjukkan hubungan dengan angka kematian hingga setinggi 50% sampai 60%. Angka bertahan hidup sedikit meningkat ketika penyebabnya dapat ditentukan, serta diobati secara dini dan agresif, terutama penggunaan tekanan ekspirasi akhir positif. (Brunner & Suddarth, 2001. Hal : 616)



G.  KOMPLIKASI
·        Kegagalan pernapasan dapat timbul seiring dengan perkembangan penyakit dan individu harus bekerja lebih kerja untuk mengatasi penurunan compliance paru. Akhirnya individu kelelahan dan ventilasi melambat. Hal ini menimbulkan asidosis respiratorik karena terjadi penimbunan karbon dioksida di dalam darah. Melambatnya pernapasan dan penurunan PH arteri adalah indikasi akan datangnya kegagalan pernapasan dan mungkin kematian.
·        Pneumonia dapat timbul setelah ARDS, karena adanya penimbunan cairan di paru dan kurangnya ekspansi paru.
·        Akibat hipoksia dapat terjadi gagal ginjal dan tukak saluran cerna karena stress (stress ulcers).
·        Dapat timbul koaguiasi intravaskular diseminata akibat banyaknya jaringan yang rusak pada ARDS.
(Elizabeth J. Cowin, 2001, hal. 422)
H.  Pemeriksaan Diagnostik
·        Analisis gas darah arteri akan memperlihatkan penurunan konsentrasi oksigen arteri. Terapi oksigen tidak efektif untuk ARDS, berapa pun jumlah oksigen yang diberikan, karena difusi gas terbatas akibat penimbunan fibrin, edema, dan rusaknya kapiler dan alveolus.
(Elizabeth J. Corwin, 2009, hal : 554)
I.      Penatalaksanaan                                   
Pengobatan ARDS yang pertama-tama adalah pencegahan, karena ARDS tidak pernah merupakan penyakit primer tetapi timbul setelah penyakit lain yang parah. Apabila ARDS tetap timbul, maka pengobatannya adalah:
·        Diuretik untuk mengurangi beban cairan, dan obat-obat perangsang jantung untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan volume sekuncup agar penimbungan cairan di paru berkurang. Penatalaksanaan cairan dan obat-obat jantung digunakan untuk mengurangi kemungkinan gagal jantung kanan.
·        Terapi oksigen dan ventilasi mekanis sering diberikan.
·        Kadang-kadang digunakan obat-obat anti-inflamasi untuk mengurangi efek merusak dari proses peradangan, walaupun efektifitasnya masih dipertanyakan. (Elizabeth J. Cowin, 2001, hal : 554)

















II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A.   Pengkajian
Adapun pengkajian dilakukan pada penyakit Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS), yaitu:  
1.     Aktivitas/istirahat
Gejala    :    -        Kekurangan energi//kelelahan
                   -        Insomnia
2.     Sirkulasi
Gejala    :    - Riwayat adanya bedah jantung/bypass jantung paru, fenomena embolik (darah, udara, lemak)  
Tanda    :    - TD: Dapat normal atau meningkat pada awal (berlanjut menjadi        menjadi hipoksia); hipotensi terjadi pada tahap lanjut (syok) atau dapat faktor pencetus seperti pada eklampsia.
                   - Frekuensi jantung: Takikardia biasanya ada.
                   - Bunyi jantung: normal pada tahap dini; S2 (komponen paru) dapat terjadi.
                   - Distritmia dapat terjadi, tetapi EKG sering normal.
                  - Kulit dan membran muukosa: Pucat, dingin. Dianosis biasanya   terjadi (tahap lanjut).
3.     Integritas Ego
Gejala    :    - Ketakutan, ancaman perasaan takut.  
Tanda    :    - Gelisah, agitasi, gemetar, mudah terangsang, perubahan mental.
4.     Makanan/Cairan
Gejala    :    - Kehilangan selera makan, mual
Tanda    :    - Edema/perubahan berta badan.
              - Hilang/berkurangnya bunyi usus.
5.     Neurosensori
Gejala    :    - Adanya trauma kepala.   
Tanda    :    - Mental lamban, disfungsi motor
6.     Pernapasan
Gejala    :    - Adanya aspirasi/tenggelam, inhalasi asap/gas, infeksi difus pasru.
                   - Timbul tiba-tiba atau bertahap, kesulitan napas, lapar udara.   
Tanda        :         - Pernapasan: Cepat, mendengkur, dangkal.
                 - Peningkatan kerja napas; penggunaan otot aksesori pernapasan,      contoh retraksi interkostal atau substernal, pelabaran nasal, memerlukan oksigen konsentrasi tinggi.
                 - Bunyi napas: pada awal norma, krekelas, tooki, dan dapat terjadi  bunyi napas bronkial.
                   - Perkusi dada: Bunyi pekak di atas area konsolidasi.
                   - Ekspansi dada menurun atau tak sama.
      - Peningkatan fremitus (getar vibrasi pada dinding dada dengan      palpitasi).
                   - Sputum sedikit, berbusa.
                   - Pucat atau sianosis.
                   - Penurunan mental bingung.
7.     Keamanan
Gejala    :    - Riwayat trauma ortopedik/faktur, sepsis, transfusi darah,        episode anafilaktik.
8.     Seksualitas
Gejala    :    - Kehamilan dengan adanya komplikasi eklampsia   
9.     Penyuluh/pembelajaran
Gejala    :    - Makan/kelebihan dosis obat.
Pertimbangan  DRG menunjukkan reratalama dirawat: 6,0 hari
Rencana Pemulangan :  
                   Tergantung pada efek sisa/kerusakan paru, dapat memerlukan bantuan dalam transportasi, belanja, perawatan diri, perawatan/pemeliharaan rumah.
                   (Marilynn E. Doenges, Edisi 3, 2000, hal. 217-218)    

B.   Diagnosa Keperawatan
                             
1.     Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
2.     Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoventilasi alveolar.
3.     Kurang  pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
4.      Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
C.   Intervensi
1.     Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Tujuan :  Bersihan jalan napas teratasi.    
Intervensi
Rasional
-      Catat perubahan upaya dan pola bernapas.

-      Observasi penurunan ekspansi dinding dada dan adanya/peningkatan fremitus.

-      Catat karakteristik bunyi napas







-      Pertahankan posisi tubuh/kepala tepat dan gunakan alat jalan napas sesuai kebutuhan.
-      Bantu dengan batuk/ napas dalam, ubah posisi dan penghisapan sesuai indikasi.
-      Berikan oksigen lembab, cairan IV, berikan kelembaban ruangan yang tepat.
-      Berikan terapi aerosol, nebuliser ultrasonik. 

                         
-      Bantu dengan/berikan fisoterapi dada, contoh drainase postural; perkusi dada/vibrasi sesuai indikasi.
-      Penggunaan otot interkostal/abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernapas.
-      Ekspansi dada terbatas atau tak sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema dan sekret dalam seksi lobus. Konsolidasi paru dan pengisian cairan dapat meningkatkan fremitus.
-      Bunyi napas menunjukkan aliran udara melalui pohon trakeobronkial dan dipengaruhi oleh adanya cairan, mukus, atau obstruksi aliran udara lain. Mengi dapat merupakan bukti konstriksi bronkus atau jalan anapas sehubuungan dengan edema. Ronki dapat jelas tanpa batuk dan menunjukkan pengumpulan mukus pada jalan napas.
-      Memudahkan memelihara jalan napas atau paten bila jalan napas pasien dipengaruhi mis., gangguan tingkat kesadaran, sedasi dan trauma maksilofasial.
-      Pengumpulan sekresi menganggu ventilasi atau edema paruyu dan bila pasien tidak diintubasi, peningkatan masukan cairan oral dapat meningkatkan pengeluaran.
-      Kelembaban menghilang dan memobilisasi sekret dan meningkatkan transpor oksigen.


-      Pengobatan dibuat untuk mengirimkan oksigen/bronkodilatai/kelembaban dengan kuat pada alveoli dan untuk memobilisasi sekret.
-      Meningkatkan drainase/eliminasi sekret paru ke dalam sentrakl bronkus, dimana dapat lebih siap dibatukan atau dihisap keluar. Meningkatkan efisiensi penggunaan otot pernapasan dan membantu ekspansi alveoli.


2.     Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan Hipoventilasi alveolar.
Tujuan : kerusakan pertukaran gas teratasi.
Intervensi
Rasional
-      Kaji status pernapasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi/ upaya pernapasan atau peruabahan pola napas.
-      Catat adanya/tak adanya bunyi napas dan adanya bunyi tambahan.
-      Kaji adanya sianosis


-      Observasi kecenderungan tidur, apatis, tidak perhatian,  gelisah, bingung, somnolen.
-      Auskultasi frekuensi jantung dan irama.

-      Berikan periode istirahat dan lingkungan tenang.
-      Berikan oksigen lembab dengan masker CPAP sesuai indikasi.





-      Kolaborasi: Berikan obat sesuai indikasi contoh steroid, antibiotik, bronkodilater, diskspektan.
-      Takipnea adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan upaya pernapasan dapat menunjukkan derajat hipoksemia.
-      Bunyi napas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang sakit.
-      Penurunan oksigenasi bermakna (desaturasi 5 g hemoglobin) terjadi sebelum sianosis.
-      Dapat menunjukkan berlanjutnya hipoksemia dan/atau asiodis.

-      Hipoksemia dapat menyebabkan mudah terangsang pada miokardium, menghasilkan berbagai disritmia.
-      Menghemat energi pasien, menurunkan kebutuhan oksigen.
-      Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran, dengan tekanan jalan napas positif kontinu.


-      Pengobatan untuk  SDPD sangat mendukung lebih besar atau dibuat untuk memperbaiki penyebab SDPD dan mencegah berlanjutnya dan potensial komplikasi fatal hipoksemia.

3.     Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
          Tujuan : Kurang pengetahuan teratasi
Intervensi
Rasional
-      Berikan informasi yang berpusat pada penyebab/ timbulnya proses penyakit pada pasien/ rang terdekat.
-      Anjurkan dalam tindakan pencegahan, bila diperlukan. Diskusikan menghidar kerja berlebihan dan pentingnya mempertahankan periode istirahat teratur. Hindari lingkungan dingin dan orang yang sedang infeksi.
-      Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat, contoh tujuan, efek samping, rute, dosis, jadwal.
-      Kaji konseling nutrisi tentang rencana makan; kebutuhan makanan tinggi kalori.
-      Berikan pedoman untuk aktivitas.



-      Tunjukan teknik bernapas adaptif dan cara menurunkan kebutuhan energi selama melakukan aktivitas sehari-hari.
-      SDPD adalah komplikasi dari proses lain, bukan diagnosa utama. Pasien/orang terdekat sering bingung dengan terjadinya pada sistem pernapasan ”sehat” sebelumnya.
-      Penurunan tahanan menetap selama periode waktu setelah operasi. Kontrol/menghindari pemajanan pada faktor lingkkungan, seperti asap/debu, reaksi alergis, atau infeksi diperlukan untuk menghindari komplikasi lanjut.







-      Pemberian instruksi penggunaan obat yang aman memapukan pasien untuk mengikuti dengan tepat program pengobatan.


-      Pasien dengan masalah pernapasan berat biasanya mengalami penuruan berat badan dan anoreksi sehingga memerlukan peningkatan nutrisi untuk penyembuhan.
-      Pasien harus menghindari terlalu dan mengimbangi periode istirahat dan aktivitas untuk meningkatkan regangan/stamina dan mencegah konsumsi/kebutuhan oksigen berlebihan.

-      Kondisi lemah dapat membuat kesulitan untuk pasien menyelesaikan tindakan sederhana pun.






4.     Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan ; Ansietas teratasi.
Intervensi
Rasional
-      Observasi peningkatan kegagalan pernapasan, agitasi, gelisah, emosi labil.
-      Pertahankan lingkungan tenang dengan seidikit rangsang. Jadwalkan perawatan dan prosedur untuk memberikan periode istirahat tak terganggu.
-      Tunjukkan/bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi.
-      Identifikasi persepsi pasien terhadap ancaman yang ada oleh siatuasi.
-      Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan.

-      Identifikasi teknik yang telah digunakan pasien sebelumnya untuk mengatasi ansietas.
-      Bantu orang terdekat untuk berespons positif pada pasien/situasi.



-      Berikan sedatif sesuai indikasi dan awasi efek merugikan.
-      Memburuknya hipoksemia dapat menyebabkan atau meningkatkan ansietas.


-      Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan energi.





-      Memberikan kesempatan untuk pasien menangani ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol.

-      Membantu pengenalan ansietas/takut dan mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu untuk individu.

-      Langkah awal dalam mengatasi perasaan adalah terhadap identifikasi dan ekspresi. Mendorong penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk mengatasi.
-      Fokus perhatian pada keterampilan pasien yang telah dilalui, meningkatkan rasa kontrol diri.

-      Meningkatkan penurunan asietas melihat orang lain tetap tenang. karena ansietas dapat menular, bila orang terdekat/staf memperlihatkan ansietas mereka, kemampuan koping pasien dapat dengan mudah dipengaruhi.
-      Mungkin diperlukan untuk membantu menangani ansietas dan meningkatkan istrirahat. Namun efek samping seperti depresi pernapasan dapat membatasi atau kontraindikasi untuk meggunakannya.

D.   Implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentivikasikan prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan perawatan di perioritaskn pada upaya untuk mempertahankan jalan napas, mempermudah pertukaran gas, mencegah komplikasi, memberikan informasi tentang proses penyakit.(Doenges E. Marilynn. 2000. Hal: 230)

E.   Evaluasi
Keberhasilan penatalaksanaan keperawatan klien dengan ARDS tercermin pada pencapaian hasil dan tujuan klien. Bandingkan perilaku pasien dengan hasil dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, ketidakberhasilan dalam pencapaian mengindikasikan diperlukannya modifikasi pendekatan dengan melakukun pengkajian kembali kondisi klien, merefisi diagnosa keperawatan dan menyusuaikan tindakan keperawatan yang dipilih.
(Niluh Gede, 2000. Hal: 129)
         
















DAFTAR PUSTAKA

Bunner, Suddath, dkk . 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 1.
Jakarta : EGC.

Corwin J. Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Doenges, E Marilynn . 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

http :// ppnikarang asem. Blogspot. Com /2010/04/Asuhan Keperawatan Pasien dengan accut. Html.
Price, Sylvia A, DKK, 2005. Patofisiologi .Jakarta : EGC.















Tidak ada komentar:

Posting Komentar